Saat ini anak-anak antara usia 4-18 tahun, terutama di kota besar menghabiskan waktunya sekitar 4-7 jam di sekolah. Memang tidak seluruh waktunya dihabiskan di sekolah, namun masa makan aktif anak justru lebih banyak dihabiskan pada jam-jam tersebut. Hal ini memaksa mereka menyantap makanan seadanya setiap hari.
Tentu hal itu adalah dilema yang harus dihadapi oleh orangtua yang mempunyai anak usia sekolah. Di satu sisi, jam sekolah relatif lama tentu menguras energi anak sehingga mereka memerlukan makanan, baik ringan maupun berat, untuk memulihkan energi. Tidak dipungkiri dengan harga yang murah, jajanan di lingkungan sekolah menyajikan tawaran indera yang menarik. Namun, di lain sisi, tingkat kebersihan dan kualitas makanan yang ditawarkan tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Padahal, jika masa emas tumbuh kembang anak diisi dengan asupan nutrisi yang tidak seimbang, dan pola hidup yang kurang sehat (antara lain kurang aktivitas fisik yang sesuai dengan usianya) maka besar kemungkinan akan melahirkan generasi yang mempunyai kualitas gizi rendah. Dengan begitu, potensi yang mereka punyai pun akan rendah. Sebelum sampai di pengandaian itu, penyakit pencernaan seperti tipus, disentri, muntaber, bahkan keracunan makanan, menjadi dampak awal dari jajanan yang tidak sehat tersebut.
Bahaya Pengawet Makanan dan Makanan Limbah
Siaran di televisi yang berbau “investigatif” menyajikan ragam pengetahuan baru yang membelalakkan mata sekaligus membuat kita ketar-ketir. Tayangan mengenai makanan yang diberi pengawet kimia, buah yang dimatangkan secara instan dengan disuntik zat kimia, sirup dengan zat warna untuk tekstil, daging glonggongan, hingga makanan limbah yang diolah lagi, seakan menyempitkan pilihan kita dalam menyediakan makanan dan jajanan sehat bagi si buah hati.
Bicara mengenai bahan pengawet makanan sebenarnya tidak semua pengawet berbahaya bagi tubuh. Namun, faktanya adalah banyak pengawet yang tidak seharusnya dikonsumsi tubuh tetap dicampurkan pada makanan dengan lebih murah. Secara garis besar, zat pengawet dibedakan menjadi tiga jenis. Pertama, GRAS (Generally Recognized as Safe) yang umumnya bersifat alami, sehingga aman dan tidak beracun sama sekali. Kedua ADI (Acceptable Daily Intake), yang selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) guna melindungi kesehatan konsumen. Ketiga, zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi seperti boraks, formalin, dan rhodamin B. Formalin, misalnya, bisa menyebabkan kanker paru-paru, gangguan pada alat pencernaan dan jantung. Sedangkan penggunaan boraks dapat menyebabkan gangguan pada otak, hati, dan kulit.
Fakta itu ditambah lagi dengan munculnya berbagai restoran cepat saji yang menyediakan hidangan junk food, menjadi penyebab meningkatnya masalah “gizi kurang yang terselubung”. Sekilas, “junk food” alias makanan limbah terlihat menggiurkan dan penuh nutrisi namun kenyataannya makanan tersebut hanya kaya lemak, yang minim zat gizi lain. Tingginya tingkat konsumsi makanan yang tidak seimbang gizinya oleh anak-anak yang sekolah inilah yang membuat mereka disinyalir masuk ke dalam kelompok kekurangan gizi terselubung.
Jajanan Sehat, Mungkinkah?
Definisi jajanan sehat yang dimaksud adalah makanan, baik ringan maupun berat, yang dibeli anak di lingkungan sekolah atau di sekitar rumah. Jajanan disebut sehat jika mengandung bahan makanan yang bergizi dan dapat diterima tubuh secara proporsional. Tidak hanya itu, penyajiannya pun harus melewati prosedur yang higienis. Jika makanan bergizi tinggi tapi disajikan tanpa penutup di pinggir jalan berdebu tentu mubazir, bukan?
Semenjak masuk dunia sekolah sebagai lingkungan yang lebih besar, anak-anak hendaknya mendapat edukasi mengenai untung rugi membeli jajanan. Selain soal kesehatan, ajak mereka berdiskusi dari segi ekonomi karena adalah baik mengajari anak untuk berhemat sebagai suatu proses pembelajaran. Jika perlu, dampingi mereka saat melihat reportase mengenai tema serupa di media massa. Dari situ, anak bisa secara langsung melihat kerugian yang mereka peroleh saat jajan makanan di sembarang tempat.
Edukasi yang sama pun harus dilakukan di sekolah. Sebagai contoh, Kampanye Gerakan Sosial Pola Makan Sehat Pada Anak di salah satu sekolah di Jakarta diadakan untuk lebih meningkatkan kesadaran semua pihak (anak, orang tua dan guru) tentang pentingnya pola makan sehat dan gizi yang seimbang.
Melihat fenomena bahwa saat ini sebagian besar waktu anak tersita di sekolah, maka sekolah juga harus siap menggantikan peran orang tua di dalam mengajarkan pola makan sehat bagi siswa didiknya. Meski secara kuantitas, memang masih cukup banyak dihabiskan di lingkungan sosial dan keluarga, namun secara kualitas, masa makan aktif anak justru lebih banyak dihabiskan pada jam sekolah tersebut.
Bekal dari Rumah
Berasaskan sehat dan hemat, pilihan satu-satunya yang dapat dipilih adalah dengan menyediakan bekal bagi anak. Budayakan agar anak tidak malu membawa bekal dari rumah. Toh, dengan dibekali, anak juga dapat belajar berbagi dengan temannya yang tidak membawa bekal. Nah, sekarang yang menjadi tantangan buat orang tua, terutama ibu, adalah bagaimana menyediakan makanan bekal itu.
Bekal dapat berupa makanan besar maupun kecil, tentu dilengkapi pula dengan minuman. Yang menjadi prinsip adalah menyediakan jenis makanan yang menarik, baik secara cita rasa maupun tampilan. Kenali pula makanan kesukaan buah hati anda sehingga anda bisa membuat jenis makanan serupa. Olahan bahan yang tidak harus mahal namun sarat gizi dengan cara yang unik. Banyak ragam resep yang tersedia di majalah-majalah masakan ataupun majalah wanita. Satu lagi, jangan takut untuk mencoba suatu yang baru.
Anda dapat memadupadankan HD Clover Honey dengan beragam masakan yang menarik. Sebagai toping ada es krim, selain menambah rasa manis, madu ini juga menyediakan bermacam manfaat untuk kesehatan. Secara sederhana, anda pun dapat mengoleskannya pada wafel atau roti tawar yang akan dibawa si buyung ke sekolah.
Berikut beberapa contoh ragam kuliner yang bisa jadi referensi untuk menyiapkan bekal buah hati anda.
- Aneka jenis buah. Bisa dimakan langsung atau diolah menjadi salad atau campuran puding, es buah, es krim dan rujak.
- Yoghurt dan minuman susu fermentasi. Kacang-kacangan, kedelai dan umbi-umbian (kacang rebus, kedelai rebus, kedelai Jepang rebus seperti Edamame, ubi kukus seperti sweet potato, kentang kukus dilapis keju).
- Aneka olahan snack: Pisang rebus, crepe atau pancake, makaroni schotel, pizza, kentang dan sosis goreng (sebaiknya disiapkan sendiri, bukan beli jadi.
- Aneka roti
- Jus buah yang diblender sendiri, bukan jus kemasan.
- Aneka jajan pasar seperti arem-arem, nagasari, lemper, dan risoles yang bersifat mengenyangkan. Isiannya juga tidak harus daging, wortel dan kentang pun jadi.
- Sayur rebus atau digoreng dengan tepung.
Memang awalnya banyak anak yang kurang suka. Ibu-ibu harus kreatif. Aneka sayur rebus (brokoli, kembang kol, wortel, buncis) disajikan dengan kecap, saus keju, mayonaise, atau saos tomat. [HD]
Dikutip dari Harmony (Media Komunikasi High Desert) Edisi Maret 2009 hal. 14-15
Terapi lebah adalah penggunaan produk perlebahan seperti bee pollen, propolis, royal jelly, & madu u/ keperluan medis. Di dalam kitab suci As-Qur'an, Alkitab, Tripitaka dan Weda tercantum manfaat dan kegunaan madu. High Desert merupakan produk perlebahan yang alami, tanpa pengawet, anti doping, halal (Sertifikat halal dari MUI, IFANCA & FIANZ)& telah mendapat izin edar dari Badan POM RI. Selain itu High Desert telah digunakan oleh 3 Generasi Presiden AS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar